Selasa, 01 Agustus 2017

Cara Pembuatan Film Dokumenter

1 tahun lalu ketika Metro TV membuka pembuatan ide Film Dokumenter saya pernah ikut guys, tetapi karena karya saya banyak kekurangan akhirnya saya tidak lolos dalam 10 Besar, tetapi saya mendapat E Book tentang Dokumenter nih.. sangat berguna sekali maka dari itu saya share agar teman- teman juga dapat belajar ya..

kalau ditanya kepada teman-teman saya apa arti dari film dokumenter, biasanya mereka akan menjawab: “Sebuah jenis film yang berdasar pada dunia nyata dan manusia nyata, menceritakan
sesuatu apa adanya atau bercerita tentang peristiwa
sejarah dengan sebenar-benarnya dan secara obyektif.” Beberapa
orang mengacu pada gaya bercerita yang realis atau direkam
di lokasi nyata (bukan di studio) tanpa aktor, set buatan ataupun
tanpa naskah dengan mewawancarai orang-orang yang terkait
dengan peristiwa tersebut. Dan yang lainnya bahkan menjawab
dengan sederhana, yaitu lawannya film fiksi.
Jika saya kemudian bertanya kembali jika saya merekam kegiatan
mereka menggunakan kamera telpon genggam apakah hasil
rekamannya bisa dianggap sebagai film dokumenter atau tidak,
maka akan muncul jawaban baru yang lain lagi. Contoh saya
barusan seharusnya bisa memenuhi kriteria sebagai representasi
kenyataan, merekam tanpa menggunakan aktor, dan merekam
apa yang sedang terjadi – dan jelas bukan fiksi.
Jawaban-jawaban baru teman-teman saya yang muncul antara
lain sepakat bahwa kegiatan mekanis perekaman dan mempertontonkan
video outputnya begitu saja tidak membuat seseorang
otomatis bisa dikatakan sebagai pembuat film dokumenter. Film
dokumenter memang merekam dunia nyata yang jelas waktu dan
tempatnya, bukan dunia yang direkayasa oleh pembuatnya. Namun
ia bukan sembarang merekam dan mempertontonkan saja.
Setidaknya ada beberapa hal penting yang biasanya ada dalam
 
film dokumenter:

1 SUDUT PANDANG ARTISTIK

Kegiatan pembuat film dokumenter tak hanya merekam, tetapi
juga merancang semua unsur artistik seperti misalnya sudut
pengambilan gambar, tata cahaya dan tata suara, hingga ke
proses penyuntingan gambar.

2 TUJUAN MORAL ATAU IDEOLOGIS

Pembuat film dokumenter umumnya berniat untuk merekrut
penonton filmnya agar setuju pada pandangan yang diajukannya
dalam film. Maka biasanya film dokumenter punya posisi moral,
atau berpihak pada pandangan tertentu. Unsur-unsur artistik
yang ada dalam film dibangun sedemikian rupa untuk menyusun
argumen tentang satu pokok soal tertentu, tidak untuk tujuan menghibur
penonton belaka. Argumen itu diajukan oleh pembuat
film dokumenter untuk berbagai tingkat perubahan sosial:
mulai dari perubahan cara pandang terhadap persoalan tertentu
hingga mengajak untuk melakukan aksi.

3 ETIKA

Satu hal penting dalam film dokumenter adalah: sang pembuat
film mengaku sedang menampilkan “kebenaran”, bahwa apa yang
direkam dan disajikannya benar-benar terjadi di muka bumi dan
bukan rekaan sebagaimana film fiksi. Dengan demikian, film dokumenter
memiliki banyak batu sandungan terkait dengan persoalan
etika dalam proses mendapatkan dan menyajikan hasil rekamannya.
Hal ini mungkin tak tampak di layar, tetapi lebih terasa
pada saat film diputar dan sesudahnya. Penonton selalu punya
kesempatan untuk membandingkan antara apa yang disajikan
oleh pembuat film dengan pengetahuan yang mereka miliki.

Maka, penting untuk melihat seperti apa pembuat film dokumenter
mengaitkan dirinya dengan: subyek (para tokoh) yang
direkamnya dan penontonnya.
Sekalipun demikian, pada umumnya kriteria-kriteria di atas
juga bisa disematkan terhadap film fiksi. Bukankah film fiksi juga
punya 3 unsur yang ada di atas? Soal kreatifitas, bukankah film
fiksi punya perangkat lebih lengkap nyaris tak terbatas? Bukankah
karakter-karakter yang dibangun dalam film fiksi juga punya
sudut pandang moral dan ideologi tertentu, dan apakah estetika
dalam film fiksi tidak bisa membuat dunia berubah menjadi
lebih baik dan mengilhami hidup manusia lain? Jika dokumenter
soalnya adalah diperankan oleh non-aktor dan direkam dengan
dunia nyata, bagaimana dengan film-film dari yang direkam di
luar studio dan kebanyakan aktornya bukan dari kalangan profesional
seperti misalnya gerakan Neo-Realisme Italia yang dimulai
di dekade 1940an? Dalam hal etika, para pembuat film fiksi juga
menjalankan rangkaian standar etika tertentu dalam praktek
pembuatan film mereka, sekalipun berbeda sama sekali dengan
para pembuat film dokumenter.

2 komentar:

  1. hi melissa. salam kenal. bagus dan mearik ulasannya.seru juga ya bila bisa mebuat film dokumenter dengan topik yang jarang disentuh oleh dunia perfilman Indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pastinya hehehe pengen sih bikin film dokumenter lagi cmn sekarang kuliahnya dibidang lain jadi sudah agak-agak jarang untuk memproduksi film fiksi, iklan ataupun dokumenter.

      Hapus